QUO VADIS IMPLEMENTASI KETENTUAN ELECTRONIC COURT (E-COURT) DALAM MEWUJUDKAN ASAS CONTANTE JUSTITIE PADA PENGADILAN AGAMA DI WILAYAH PENGADILAN TINGGI AGAMA BANTEN

LogoWeb4

*** TERIMA KASIH UNTUK TIDAK MEMBERIKAN IMBALAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA APARATUR PENGADILAN TINGGI AGAMA BANTEN. WASPADA TERHADAP MODUS PENIPUAN YANG MENGATASNAMAKAN PIMPINAN, HAKIM, PEJABAT DAN SELURUH PEGAWAI PENGADILAN TINGGI AGAMA BANTEN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN ***

Ditulis oleh Haity Mella Resita, S.T. on . Dilihat: 1152

QUO VADIS IMPLEMENTASI KETENTUAN ELECTRONIC COURT (E-COURT) DALAM MEWUJUDKAN ASAS CONTANTE JUSTITIE PADA PENGADILAN AGAMA DI WILAYAH Pengadilan Tinggi Agama Banten

yASMITA

Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Program Doktor Hukum Keluarga, UIN-SGD/PP PA TIGARAKSA

ABSTRAK

Proses administrasi pengadilan yang lama, rumit dan berbelit membuat masyarakat kecewa dengan layanan pengadilan. Hal ini membuat Mahkamah Agung melakukan suatu pembaruan layanan melalui media digital melalui aplikasi e-court yang bertujuan untuk mewujudkan asas peradilan yang selalu dicita-citakan yaitu asas contante justitie, suatu asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Pengadilan Agama di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman berusaha untuk mewujudkan hal tersebut dengan mengimplementasikan ketentuan e-court dalam layanan terpadu satu pintu pengadilan. E-court merupakan layanan bagi pengguna terdaftar atau pengguna lain untuk pendaftaran perkara secara online, mendapatkan taksiran panjar biaya perkara secara online, pembayaran secara online, pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik, dan persidangan yang dilakukan secara elektronik. Implementasi e-court pada Pengadilan Agama di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten belum maksimal dari jumlah perkara per tahun, dan faktanya masih banyak kekurangan dan hambatan yang terjadi dalam penerapanannya dari berbagai faktor, hal ini bukan berarti e-court tidak berjalan tetapi justru terus berkembang dengan baik demi terwujudnya asas contante justitie bagi Pengadilan Agama se wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten.

Kata kunci : e-court, persidangan, elektronik


I. PENDAHULUAN

Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undang-undang merupakan jawaban hukum terhadap persoalan masyarakat pada waktu undang-undang tersebut dibentuk. Perkembangan hukum seharusnya dapat seiring dengan perkembangan masyarakat, sehingga ketika masyarakatnya berubah atau berkembang maka hukum pun harus berubah untuk menata semua perkembangan yang terjadi dengan tertib di tengah pertumbuhan masyarakat modern[1], karena globalisasi telah menjadi pendorong lahirnya era teknologi informasi.

Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat di dunia, teknologi informasi memegang peran penting, baik di masa kini maupun di masa mendatang. Setidaknya ada dua hal yang membuat teknologi informasi dianggap begitu penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi dunia. Pertama, teknologi informasi mendorong permintaan atas produk-produk teknologi informasi, kedua adalah memudahkan transaksi bisnis terutama bisnis keuangan disamping bisnis-bisnis lainnya.[2]

Teknologi informasi dengan sendirinya juga merubah perilaku masyarakat. Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial yang sangat cepat. Sehingga dapat dikatakan teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.[3]

Tidak dipungkiri lagi segala lini aspek kehidupan memerlukan teknologi informasi, tidak terkecuali dengan Lembaga Peradilan di Indonesia. Seperti kita ketahui untuk berproses di Pengadilan sebagian masyarakat masih menganggap terlalu rumit dan merepotkan. Sejatinya penilaian premature tersebut justru malah menjatuhkan eksistensi hukum itu sendiri dan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan seolah sulit digapai oleh masyarakat. Berangkat dari hal tersebut, Mahkamah Agung sebagai Lembaga Tertinggi yang membawahi 4 (empat) Peradilan di Indonesia tidak menutup mata dengan adanya masalah tersebut, sehingga terus memperluas inovasi untuk terus memperbaiki dan menyederhanakan akses keadilan bagi semua kalangan masyarakat.

Peradilan di Indonesia pada umumnya menganut suatu asas yang disebut Contante Justitie atau asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Hal yang dimaksud diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah disebutkan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan, untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan pembaruan guna mengatasi kendala dan hambatan dalam proses penyelenggaraan peradilan. Adanya tuntutan dan perkembangan zaman yang sangat dinamis di masyarakat, mengharuskan adanya pelayanan administrasi perkara di pengadilan agar menjadi lebih efektif dan efisien guna mewujudkan asas peradilan yang dimaksud.Makna dari sederhana adalah pemeriksaan dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif, kemudian yang dimaksud dengan biaya ringan adalah biaya perkara yang dapat dipikul oleh rakyat, dengan tetap tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan.[4]

Pemerintah Indonesia pada umumnya sedang berusaha untuk dapat memberikan layanan publik guna meningkatkan kinerja dan akuntabilitas pemerintah, baik di instansi pusat maupun instansi daerah. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 Tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) merupakan pondasi awal dari munculnya sistem administrasi pengadilan dan perkara secara elektronik (e-court) di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pasal 1 Perpres ini menyatakan bahwa Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) adalah penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada pengguna SPBE. Sedangkan dalam Pasal 3 Perpres Nomor 95 Tahun 2018 ini menerangkan bahwa ruang lingkup pengaturan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 adalah:

  1. Tata Kelola SPBE;
  2. Manajemen SPBE;
  3. Audit teknologi informasi dan komunikasi;
  4. Penyelenggara SPBE;
  5. Percepatan SPBE; dan
  6. Pemantauan dan evaluasi SPBE.

Layanan publik berbasis elektronik merupakan layanan SPBE yang mendukung pelaksanaan pelayanan publik di instansi pusat dan pemerintahan daerah. Melalui Perpres Nomor 95 Tahun 2018 secara jelas disebutkan bahwa layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik ini meliputi kegiatan-kegiatan di bidang perencanaan, penganggaran, keuangan, pengadaan barang dan jasa, kepegawaian, kearsipan, pengelolaan barang milik negara, pengawasan, akuntabilitas kinerja, dan layanan lain sesuai dengan kebutuhan internal birokrasi pemerintahan.

Salah satu implementasi SPBE di wilayah instansi Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah e-court. Sebenarnya pada tahun 2017 Mahkamah Agung telah berusaha membuat sebuah inovasi mengenai teknis berperkara di pengadilan tanpa yang bersangkutan harus hadir di pengadilan, dengan menggunakan fasilitas yang berbasis teknologi dan berkas digital dengan harapan dapat mempermudah para pihak dalam mendapatkan keadilan.

Sejak November 2017 Mahkamah Agung mulai mengembangkan aplikasi e-court. Kala itu Mahkamah Agung yang berkolaborasi dengan SUSTAIN EU-UNDP dan Tim Pembaharuan Peradilan membentuk pokja khusus untuk mengkaji regulasi maupun saran pengembangan terhadap aplikasinya[5]. Kemudian sebagai implementasi SPBE akhirnya melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik, e-court telah resmi memiliki payung hukum di Indonesia. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih belum berjalan maksimal dan optimal seperti yang diharapkan. Sosialisasi yang tidak maksimal di masyarakat menjadi salah satu kendala yang utama selain dari persiapan perangkat lunak (software) yang dimiliki oleh Mahkamah Agung untuk menjalankan aplikasi ini.

Melalui Surat Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1280/SEK/HM.02.3/8/2019 tertanggal 23 Agustus 2019 yang berisi pemberitahuan kepada seluruh Pengadilan yang ditunjuk sebagai Pengadilan Percontohan[6] untuk wajib mengimplementasikan fitur persidangan secara elektronik melalui aplikasi e-court. Dengan demikian Pengadilan “dipaksa” untuk mengikuti perkembangan zaman demi terwujudnya asas peradilan yang mampu menjangkau masyarakat tanpa harus bersusah payah mendatangi pengdilan secara langsung.

Di tanggal 9 Januari 2020, dalam surat Nomor 069/DJA/Hk.02/I/2020 Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama mengeluarkan surat yang berisikan mengenai Kewajiban Berperkara secara Elektronik bagi Advokat. Dengan demikian implikasi dari surat tersebut harus ditindaklanjuti oleh seluruh satuan kerja Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. Oleh karena itu Pengadilan Tinggi Agama Banten telah pula menerapkan pemberlakuan kewajiban beracara secara elektronik kepada para Advokat. Hal ini dimaksudkan pula untuk menekan jumlah para pencari keadilan yang datang langsung ke Pengadilan.

Akan tetapi seiring berjalannya kebijakan pemerintah tentang sistem pemerintahan berbasis elektronik ini, tidak berlangsung mulus seperti harapan. Dalam lingkungan Mahkamah Agung, khususnya pada Pengadilan Tinggi Agama Banten pemberlakuan sistem e-court ini masih menghadapi beberapa kendala mendasar mulai dari pendaftaran, pembayaran, maupun persidangan.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan Pembuka diatas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

  1. Implementasi e-court dalam mewujudkan Asas Contante Justitie di Pengadilan dalam Wiayah Pengadilan Tinggi Agama Banten.
    1. Hambatan yang dihadapi Pengadilan dalam wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten dalam implementasi ketentuan e-court dalam mewujudkan Asas Contante Justitie.
      1. Penilaian dan penemuan hukum oleh hakim melaluipembuktian dengan bukti elektronik dalam mengadili dan memutussengketa perdata di Pengadilan? 

II. PEMBAHASAN

Sebuah produk hukum sejatinya dibuat untuk dapat hidup dan berkembang di masyarakat, untuk itu hukum harus memiliki sifat yang dinamis yang mampu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat. Hukum yang dibuat ini kelak akan berlaku dan menjadi pedoman di dalam masyarakat, untuk itu hendaknya mampu berlaku secara efektif sehingga tidak terjadi suatu pemborosan yang akan menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat. Oleh karena itu selayaknya penerapan dalam praktik di lapangan harus pula ditunjang dengan infrastruktur yang memadai agar efektivitas dari sebuah produk hukum tersebut dapat terimplementasi dengan baik dan berdaya guna bagi masyarakat.

Aplikasi e-court adalah pengembangan dari proses berperkara secara elektronik yang diberlakukan untuk perkara perdata, perdata agama, tatausaha militer, dan tata usaha negara, dengan kehadiran e-court migrasi dari sistem manual ke sistem elektronik tidak hanya dilakukan pada tataran administrasi perkara saja, namun dalam praktek persidangan. Sistem elektronik tidak hanya diberlakukan dalam pendaftaran perkara (e-filling), pembayaran panjar (e-Payment), dan panggilan para pihak (e-Summons), tetapi diberlakukan juga dalam pertukaran dokumen jawab-jinawab, kesimpulan, dan penyampaian putusan secara elektronik, atau disebut dengan Persidangan secara online/ e-Litigasi (e-Litigation). Dengan demikian Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai puncak tertinggi lembaga Peradilan di Indonesia menerbitkan dasar hukum pelaksanaan e-court dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.

Perkembangan peradilan-peradilan di dunia saat ini juga mulai mengarah pada pengembangan integrated judiciary (i-judiciary), dan tidak lagi sebatas e-court. Artinya, para pengguna manfaat teknologi peradilan tidak hanya terfokus pada pihak yang menjadi pemohon agar mengajukan permohonan dengan cara online tapi juga melibatkan seluruh pihak dan lembaga-lembaga terkait lainnya yang berperkara.[7]

Selain memperluas cakupan aplikasi sistem elektronik, kehadiran e-court juga membuka lebar praktek peradilan elektronik di Indonesia. Hal ini tergambar dengan setidak-tidaknya dua indikator selain yang disebutkan sebelumnya.

Pertama, e-court memperluas cakupan subyek hukum yang dapat memanfaatkan sistem peradilan elektronik. Semula hanya untuk para advokat sebagai Pengguna Terdaftar, hingga mencakup juga Pengguna Lain yang meliputi Jaksa selaku Pengacara Negara, Biro Hukum Pemerintah/TNI, Polri, Kejaksaan RI, Direksi/Pengurus atau karyawan yang ditunjuk badan hukum, dan kuasa insidentil yang memenuhi syarat sebagai pengguna Sistem Informasi Peradilan.

Kedua, pemanfaatan e-court tidak hanya untuk persidangan di tingkat pertama, tetapi juga bisa dilakukan untuk upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali terhadap perkara yang menggunakan e-court pada tingkat pertama.

Disamping itu, berbagai manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat pencari keadilan jika menggunakan e-court, dalam hal ini penggunaan e-Litigasi. Pertama, menjadikan sistem peradilan lebih sederhana dan lebih cepat. Para pihak berperkara juga tidak perlu berlama-lama antri menunggu persidangan yang selama ini sering dikeluhkan, sehingga proses persidangan juga menjadi lebih cepat. Kedua, sistem ini dapat menjembatani kendala geografis Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari bentangan ribuan pulau. Ketiga, menekan biaya perkara karena proses peradilan dilaksanakan secara elektronik, seperti biaya pemanggilan, kehadiran di persidangan untuk jawab menjawab, maupun mendengarkan pembacaan putusan. Keempat, sistem elektronik meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Secara garis besar e-court merupakan bagian dari upaya pengadilan untuk memberikan akses kemudahan kepada masyarakat dan para pencari keadilan (justice seeker) selain tentunya menjadikan pengadilan semakin transparan, efektif, dan efisien.[8]

Seiring berjalannya waktu, Electronic Court (e-court) diharapkan mampu menjadi masa depan Pengadilan Indonesia, sebagaimana pengadilan di negara-negara lain yang telah maju. Jika terwujud, proses administrasi perkara dan pelayanan pengadilan akan menjadi lebih sederhana, cepat, berbiaya ringan, transparan dan akuntabel.

E-court merupakan sebuah teknologi dalam pengelolaan administrasi pengadilan yang terbilang baru di Indonesia. Sistem E-court, membatasi interaksi langsung antara pengguna layanan peradilan dengan hakim dan aparatur peradilan, dengan mengurangi kedatangan pengguna layanan ke pengadilan serta mengkanalisasi cara berinteraksi, sehingga meminimalisir kemungkinan penyimpangan etik maupun pelanggaran hukum. Atas alasan-alasan tersebut, dapat dikatakan bahwa kehadiran e-court meredesain praktek peradilan Indonesia setara dengan praktik peradilan di Negara-negara maju. Aplikasi e-court perkara juga diharapkan mampu untuk meningkatkan pelayanan dalam fungsinya menerima pendaftaran secara online dimana masyarakat akan dapat menghemat waktu dan biaya saat melakukan pendaftaran perkara.[9]

Perubahan sistem peradilan dengan e-court ini disadari akan membutuhkan proses dan menghadapkan Mahkamah Agung, serta badan-badan peradilan di bawahnya pada tantangan yang tidak mudah, lompatan ini tentunya menjadi tantangan bagi Mahkamah Agung untuk mempersiapkan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang handal agar mampu menjalankan sistem ini secara maksimal.[10]

Sebagai salah satu instansi di bawah Lembaga Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pengadilan Tinggi Agama Banten, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi banyak kendala.

Tidak sedikit para pencari keadilan yang merasakan keresahan terhadap rumitnya prosedur pelayanan dan beracara di Pengadilan Agama Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten sehingga membuat prosesnya menjadi lama dan jelas tidaklah sederhana. Kendala waktu, jarak, dan biaya merupakan beberapa dari sekian banyak masalah yang dihadapi oleh para pencari keadilan untuk beracara di Pengadilan Agama Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten, hal ini membuat layanan berperkara di Pengadilan Agama wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten terasa lama.[11]

Persoalan ini terlihat seperti hal yang biasa, tetapi jika terus dibiarkan maka hal ini akan menjadi suatu bumerang bagi kinerja, dan peran pengadilan, karena asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan jelas tidak akan terpenuhi, serta layanan terhadap para pencari keadilan tidak akan memuaskan.

Ternyata hambatan-hambatan yang terjadi bukan hanya pada internal instansi Pengadilan saja, namun juga para pengguna layanan yang nampaknya masih kurang dapat memahami metode penggunaan ­e-court. Sehingga sistem ini masih dianggap kurang optimal dalam mencapai tujuan yang diinginkan dari pembuatan sistem ini.[12]

Dalam hal persidangan misalnya, penumpukan jumlah perkara dirasa cukup mengkhawatirkan akan adanya pengabaian terhadap Hukum Acara yang berlaku, alih-alih ingin proses persidangan berjalan cepat tetapi justru menimbulkan masalah lain.

Perubahan sistem peradilan dengan e-court ini disadari akan membutuhkan proses dan menghadapkan Mahkamah Agung, serta badan-badan peradilan di bawahnya pada tantangan yang tidak mudah, lompatan ini tentunya menjadi tantangan bagi Mahkamah Agung untuk mempersiapkan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang handal agar mampu menjalankan sistem ini secara maksimal.[13]

Penerapan e-court pada dasarnya memiliki tujuan untuk dapat mempermudah akses berperkara ke Pengadilan di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten, serta diharapkan semua proses dapat berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku, dan transparan. Akan tetapi dalam tidak dapat dipungkiri perjalanannya e-court ternyata masih banyak menimbulkan kendala. Dengan demikian pada dasarnya ­e-court yang merupakan harapan untuk menjadikan layanan pengadilan lebih sederhana, cepat, dan berbiaya ringan masih harus terus dikaji lebih jauh mengenai perannya sebagai layanan pembaru dalam sistem administrasi di pengadilan.

III. KESIMPULAN

E-court merupakan sistem manajemen administrasi pengadilan yang berbasis teknologi dalam bentuk aplikasi. Sistem ini memiliki tujuan mulia, yaitu untuk dapat memudahkan para pencari keadilan berinteraksi dengan petugas dan aparatur pengadilan tanpa harus bertatap muka secara langsung. Penggunaan teknologi e-court oleh Mahkamah Agung guna mendukung peningkatan, efisiensi dan efektivitas penyelesaian layanan administrasi di pengadilan yang terkait dengan prinsip keadilan, yaitu cepat, sederhana, dan berbiaya rendah. Sederhana, berarti proses hukumnya sederhana, tidak terlalu rumit, mudah dimengerti, sehingga penerima dapat mengikuti prosesnya karena kebanyakan dari mereka tidak tahu hukum dan proses hukum. Cepat, berarti bahwa perkara itu efektif, efisien, tidak lama, tidak berlarut-larut, berdasarkan fase waktu yang ditentukan, sehingga bisa diprediksi atau dikonfirmasi ketika itu berakhir, sehingga justibellers dapat segera mengetahui status perkara mereka terhadap putusan pengadilan. Biaya Rendah, yaitu berarti bahwa proses litigasi dibebani kepada pihak yang berperkara dengan kewajiban menanggung biaya perkara sesuai dengan hukum harus relevan dan mampu dijangkau oleh masyarakat.

Pada dasarnya hadirnya e-court pada sistem administrasi pengadilan diharapkan dapat menjadi pembaru guna memecah stigma masyarakat bahwa berperkara di pengadilan itu lama, dan rumit, serta berbiaya tinggi. Akan tetapi dalam hal penerapan suatu sistem yang baru tidak serta merta selalu berhasil, demikian pula dengan ­e-court yang digadang-gadang sebagai salah satu inovasi Mahkamah Agung dalam rangka mewujudkan Peradilan yang modern. Dari seluruh Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Tinggi Agama Banten juga sebagai sebagai salah satu yang menerapkan penggunaan aplikasi e-court ini, tidak hanya pada pendaftaranya saja tapi seluruh komponen e-court, yaitu e-filling, e-payment, e-summons, e-litigation. Walaupun telah menerapkan penggunaan aplikasi e-court seperti yang diminta oleh Mahkamah Agung, akan tetapi ternyata masih banyak hambatan yang dialami baik oleh para pengguna layanan e-court, maupun bagi para petugas pelayanan, dan aparatur pengadilan. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi di masyarakat sehingga belum muncul pemahaman tentang kegunaan ­e-court, kurangnya penguasaan penggunaan teknologi oleh sebagian pengguna layanan, ataupun belum maksimalnya perangkat lunak (software) e-court. Dengan kata lain hadirnya e-court tidak serta merta mampu merealisasikan asas peradilan secara umum, yaitu mudah, cepat, dan biaya ringan.


DAFTAR PUSTAKA

Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi dan Pengaturan Celah Hukumnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.

Hary Djatmiko, Implementasi Peradilan Elektronik (E-court) Pasca Diundangkannya Perma Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik, Jurnal Legalita vol. 01, No.01 Agustus-Desember 2019.

Iqbal, M., Susanto,S., & Sutoro, M., Efektifitas Sistem Administrasi E-court Dalam Upaya Mendukung Proses Administrasi Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan di Pengadilan. Jurnal Ilmu Hukum, 8(2).

Pramono Sukolegowo, Efektifitas Sistem Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan di Lingkungan Peradilan Umum, Jurnal Dinamika Hukum Vol.8 No.1 Januari 2008.

Surat Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 630/SEK/SK/VIII/2019 tanggal 19 Agustus 2019 tentang Penunjukan Pengadilan Percontohan Pelaksanaan Uji Coba Administrasi Perkara Persidangan Secara Elektronik.

Susanto, Implementasi E-court pada Pendaftaran Gugatan dan Permohonan di Pengadilan Agama Tigaraksa Dalam Rangka Mewujudkan Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan dengan Didukung Teknologi, Prosiding Seminar Nasional Humanis, 2019.

http://ditjenmiltun.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2738:yuk-berkenalan-dengan-e-court-yang-sebentar-lagi-memasuki-tahap-uji-coba&catid=114:umum

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d37e2cfe7617/mewujudkan-e-court-oleh--hani-adhani/

https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/3730/ketua-mahkamah-agung-e-court-redesain-praktek-peradilan-indonesia

https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/3730/ketua-mahkamah-agung-e-court-redesain-praktek-peradilan-indonesia

[1] Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi dan Pengaturan Celah Hukumnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.Hlm ix.

[2] Ibid.    

[3] Ibid. Hlm 2

[4] Pramono Sukolegowo, Efektifitas Sistem Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan di Lingkungan Peradilan Umum, Jurnal Dinamika Hukum Vol.8 No.1 Januari 2008, Hal. 30

[5]http://ditjenmiltun.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2738:yuk-berkenalan-dengan-e-court-yang-sebentar-lagi-memasuki-tahap-uji-coba&catid=114:umum, diakses pada tanggal 25 Juni 2022.

[6] Surat Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 630/SEK/SK/VIII/2019 tanggal 19 Agustus 2019 tentang Penunjukan Pengadilan Percontohan Pelaksanaan Uji Coba Administrasi Perkara Persidangan Secara Elektronik.

[7] Hary Djatmiko, Implementasi Peradilan Elektronik (E-court) Pasca Diundangkannya Perma Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik, Jurnal Legalita vol. 01, No.01 Agustus-Desember 2019, hlm.25

[8] https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d37e2cfe7617/mewujudkan-e-court-oleh--hani-adhani/ diakses pada 25 Juni 2022.

[9] Susanto, Implementasi E-court pada Pendaftaran Gugatan dan Permohonan di Pengadilan Agama Tigaraksa Dalam Rangka Mewujudkan Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan dengan Didukung Teknologi, Prosiding Seminar Nasional Humanis, 2019.

[10]https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/3730/ketua-mahkamah-agung-e-court-redesain-praktek-peradilan-indonesia diakses pada tanggal 25 Juni 2022.

[11] Ibid.

[12] Iqbal, M., Susanto,S., & Sutoro, M., Efektifitas Sistem Administrasi E-court Dalam Upaya Mendukung Proses Administrasi Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan di Pengadilan. Jurnal Ilmu Hukum, 8(2), hlm. 302-315.

[13] https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/3730/ketua-mahkamah-agung-e-court-redesain-praktek-peradilan-indonesia diakses pada tanggal 25 Juni 2022.


| PTA BANTEN, JAWARA HEBAT & BERMARTABAT