Diskusi Hakim Perempuan Se-Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten Tahun 2022

LogoWeb4

*** TERIMA KASIH UNTUK TIDAK MEMBERIKAN IMBALAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA APARATUR PENGADILAN TINGGI AGAMA BANTEN. WASPADA TERHADAP MODUS PENIPUAN YANG MENGATASNAMAKAN PIMPINAN, HAKIM, PEJABAT DAN SELURUH PEGAWAI PENGADILAN TINGGI AGAMA BANTEN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN ***

Ditulis oleh Haity Mella Resita, S.T. on . Dilihat: 513

DISKUSI HAKIM PEREMPUAN SE-WILAYAH PENGADILAN TINGGI AGAMA BANTEN TAHUN 2022

hakimperem

Hari Jumat tanggal 11 November 2022 pada pukul 08.30 WIB hingga selesai, bertempat di Aula Pengadilan Tinggi Agama Banten, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Banten YM. Dr. Drs. H. Endang Ali Ma’sum, S.H., M.H. membuka secara resmi kegiatan Diskusi Hakim Perempuan Se-Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten Tahun 2022.

hakimperem1

Peserta Kegiatan ini diikuti sebanyak 29 peserta yang terdiri dari 5 orang Hakim Tinggi perempuandan 24 orang Hakim Perempuan dari Pengadilan Agama se-wilayah PTA Banten. Narasumber diskusi hakim perempuan yaitu Dra. Hj. Sitti Ma‘ani Nina, M.Si selaku Kepala DP3AKKB (Dinas Pemberdayaan Perempuan,Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana) Provinsi Banten dan Ketua Pengadilan Tinggi Banten, Dr. Andriani Nurdin, S.H., M.H.

hakimperem2

Ketua PTA Banten YM. Dr. Drs. H. Endang Ali Ma’sum, S.H., M.H. dalam sambutan pembukaan kegiatan Diskusi Hakim Perempuan Se-Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten Tahun 2022, antara lain sebagai berikut :

Diskusi ini bertujuan dengan dua hal :

  1. Menata eksistensi hakim perempuan agar berperan meningkatkan perlindungan terhadap kaum perempuan berhadapan dengan hukum.
  2. Memberikan porsi yang lebih luas kepada kaum perempuan Indonesia dari pelaksanaan tatanan hukum yang berkaitan dengan kaum perempuan.

Peran serta perempuan yang ambil bagian di bidang hukum saat ini cukup menonjol. Di PTA Banten dari 14 orang hakim tinggi, 5 orang adalah hakim tinggi perempuan. Jika dipresentase mencapai 35,7%, lebih dari sepertiga hakim tinggi, dan di tingkat pertama di wilayah PTA Banten, dari 68 orang hakim, berjumlah 24 orang hakim perempuan atau berjumlah 35,29%. Gambaran tersebut menunjukkan cukup banyak peran perempuan yang berpartisipasi di bidang penegakkan hukum.

Negara menempatkan perempuan, kedudukannya lebih diperhatikan dalam tatanan hukum di Indonesia. Dalam masalah pengajuan perceraian, gugatan cerai diajukan di tempat penggugat, negara menempatkan Pasal 73 Undang-Undang No 7 Tahun 1989 yaitu di tempat penggugat atau istri. Begitu juga jika perceraian diajukan oleh suami, negara mengatur dalam Pasal 66 Undang-Undang No 7 Tahun 1989 yaitu di tempat istri. Ini menandakan bahwa kedudukan perempuan ditempatkan pada tempat yang lebih diperhatikan oleh negara. Bukan hanya itu, juga tentang porsi hak-hak nafkah, idah, maskan, nafkah madhiah juga diperhatikan oleh negara, termasuk hak asuh anak, masa tunggu istri yang dicerai (idah) juga diperhatikan negara. Maka setelah negara memberikan porsi khusus, tinggal para perempuan seberapa jauh dapat menempatkan diri mengambil porsi tatanan hukum tersebut manakala berhadapan dengan hukum.

Dalam diskusi inilah diharapkan dua tujuan tersebut di atas dapat terjawab oleh para peserta ini. Selain Undang-Undang, hal-hal yang harus dipedomani dalam pelaksanaan tatanan hukum di Indonesia adalah PERMA dan SEMA. Contoh: PERMA No 3 Tahun 2017, yang secara lebih luas mengatur tentang pedoman hakim dalam mengadili perkara, baik PIDANA maupun PERDATA yang melibatkan perempuan. Keberadaannya sangat diperlukan terutama dalam peradilan agama dan perempuan-perempuan yang berhadapan dengan hukum.

Mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum adalah perempuan yang berkonflik dengan hukum:

  • Perempuan sebagai korban,
  • perempuan sebagai saksi atau
  • perempuan sebagai pihak.

Maka sebagai hakim dalam bertugas dan melaksanakan tiga hal tersebut di atas harus mempunyai tiga parameter yaitu

  • penerapan hukum secara normatif,
  • penerapan hukum secara sosiologis dan
  • penerapan hukum secara psikologis.

Dengan demikian diharapkan dapat terwujud keadilan terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum.

Dalam pemeriksaan perkara, hakim agar mempertimbangkan kesetaraan gender dan non-diskriminasi, dengan mengidentifikasi fakta persidangan :

  1. Ketidaksetaraan status sosial antara para pihak yang berperkara
  2. Ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak pada akses keadilan
  3. Diskriminasi
  4. Dampak psikis yang dialami korban
  5. Ketidakberdayaan fisik dan psikis korban
  6. Relasi Kuasa yang mengakibatkan korban/saksi tidak berdaya
  7. Riwayat kekerasan dari perilaku terhadap korban/saksi

hakimperem7

Pada kegiatan ini diselingi juga parodi/pantomim yang diperankan oleh Dra. Hj. Muhayah, S.H., M.H. menceritakan tentang seorang hakim perempuan yang bekerja keras, cekatan, ceria, cakap, cendekia tetapi agak cerewet. Pantomim ini menggambarkan sosok Dr. Hj. A. Muliany Hasyim, S.H., M.H., M.S.I. serta dapat menghibur para hakim perempuan yang hadir. Dra. Hj. Muhayah, S.H., M.H. sangat mengapresiasi kerja keras Dr. Hj. A. Muliany Hasyim, S.H., M.H., M.S.I.

hakimperem4

Acara secara resmi ditutup oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Banten YM. Dr. Drs. H. Endang Ali Ma’sum, S.H., M.H. Beliau sangat bangga dan menggapresiasi Para Hakim Perempuan serta berharap kedepannya dapat membuat acara yang bermanfaat dan dapat meningkatkan kompetensi hakim perempuan serta menerapkan asas-asas yang bersesuaian mulai dari memperlakukan perempuan sama di depan hukum, kesetaraan gender, serta mengedepankan adanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum tanpa adanya diskriminasi.

hakimperem8

Add comment

Security code
Refresh


| PTA BANTEN, JAWARA HEBAT & BERMARTABAT